Header Ads

Header ADS

Pemisalan Ilmu Dan Hujan


Hujan Ilmu, Hati yang Hidup, dan Manusia Tiga Golongan

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

NUR AULIA - Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kian jauh dari nilai-nilai hakiki, Rasulullah ﷺ memberikan sebuah permisalan yang sangat dalam: ilmu agama yang dibawa beliau adalah seperti hujan lebat yang menyuburkan bumi. Hadits ini tidak sekadar perumpamaan, melainkan sebuah cermin yang menggambarkan posisi manusia di hadapan ilmu dan petunjuk Allah.


Hadits Agung Tentang Ilmu

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ
(HR. Bukhari & Muslim)

Makna yang terkandung di dalamnya sungguh luas: manusia akan terbagi menjadi tiga golongan sesuai dengan bagaimana ia menyikapi ilmu—ada yang seperti tanah subur, ada yang sekadar menampung manfaat bagi orang lain, dan ada pula yang tandus, gersang, tak memberi apa-apa.


Ilmu Itu Hujan: Menyuburkan Jiwa, Menghidupkan Hati

Dalam hadits ini, ilmu syar’i (ilmu agama) diserupakan dengan الغَيْث (al-ghoits), hujan yang bermanfaat. Bukan sekadar المطر (al-mathr), karena al-mathr dalam Al-Qur’an seringkali identik dengan hujan yang mendatangkan bencana. Allah Ta’ala berfirman:
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ
“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat buruklah hujan itu bagi orang-orang yang telah diberi peringatan.” (QS. Asy-Syu’ara: 173)
Sedangkan al-ghoits adalah hujan yang menumbuhkan kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalaam:
ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (cukup) dan pada masa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf: 49)

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan:
Hujan adalah sebab hidupnya jasad, sedangkan ilmu adalah sebab hidupnya hati. Hati tanpa ilmu laksana bumi tandus yang tak pernah disiram air.


Tiga Jenis Tanah, Tiga Jenis Manusia

Rasulullah ﷺ menggambarkan manusia melalui analogi tanah:

1. Tanah subur – menyerap air, menumbuhkan tanaman, memberi kehidupan.
→ Inilah manusia yang belajar, memahami, mengamalkan, dan mengajarkan ilmu.

2. Tanah ajadib – tidak menyerap, tapi menampung air.
→ Seperti penghafal hadits yang tidak mendalam pemahamannya, namun ilmunya bermanfaat untuk orang lain.

3. Tanah qii’an – gersang, tak menyerap, tak menampung.
→ Inilah manusia yang menolak ilmu, tidak mengambil manfaat, bahkan tidak bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menegaskan:
Manusia dalam menyikapi ilmu terbagi menjadi tiga, sebagaimana tanah yang disiram hujan. Yang pertama dipuji, yang kedua juga mendapat kebaikan, namun yang ketiga adalah kelompok tercela.


Pewaris Nabi: Siapa Mereka?

Golongan pertama—tanah subur—adalah penerus para Rasul. Mereka memadukan hafalan, pemahaman, dan dakwah. Merekalah pewaris para nabi sebagaimana firman Allah:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُوْلِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai kekuatan dan pandangan.” (QS. Shaad: 45)

Golongan kedua adalah para huffazh (penghafal hadits). Mereka menyampaikan, meski terkadang tidak memahami sedalam yang lain. Rasulullah ﷺ bersabda:
نَضَّرَِ اللهُ اِمْرَءًا سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يَبْلُغَهُ غَيْرُهُ …
“Semoga Allah memberi cahaya kepada orang yang mendengar sabdaku, lalu menghafalnya hingga menyampaikannya kepada orang lain…” (HR. Abu Daud)

Contoh nyata: Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang paling banyak meriwayatkan hadits, dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang hanya meriwayatkan sedikit, namun pemahaman tafsirnya sangat luas.


Golongan Ketiga: Manusia Tercela

Ada manusia yang menolak ilmu, menutup hati dari wahyu. Allah Ta’ala berfirman:
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
“Apakah kamu mengira mereka mendengar atau memahami? Mereka hanyalah seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi jalannya.” (QS. Al-Furqan: 44)

Golongan ini tidak mengambil manfaat dari ilmu, tidak mengamalkan, tidak pula menyebarkan. Mereka gersang, mati, bahkan lebih berbahaya dari kebodohan biasa.
Pelajaran yang Bisa Dipetik

Imam An-Nawawi menutup penjelasannya dengan hikmah penting:
    1. Ilmu agama adalah hujan yang menghidupkan hati.
    2. Orang berilmu dan menyebarkan ilmu mendapat kedudukan mulia.
    3. Orang yang menolak ilmu syar’i adalah tercela.

Rasulullah ﷺ bersabda:

خيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (Al-Jaami’ Ash-Shaghir, no. 11608)

Di era modern ini, manfaat ilmu tidak lagi terbatas pada majelis fisik. Dakwah bisa tersebar melalui buku, media cetak, televisi, bahkan internet. Namun satu hal yang pasti: manusia akan selalu tergolong ke dalam tiga jenis tanah tadi. Tinggal kita pilih—apakah ingin menjadi tanah subur yang hidup, penampung air yang memberi manfaat, atau sekadar tanah tandus yang mati.


Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan pertama—yang belajar, memahami, mengamalkan, dan mengajarkan ilmu. Semoga Allah menjaga kita dalam keistiqamahan, memberikan ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang shalih.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


📖 Rujukan:
  • Shahih Bukhari & Muslim
  • Syarh Muslim, An-Nawawi
  • Fathul Bari, Ibnu Hajar
  • Zaadul Muhajir, Ibnul Qoyyim
  • Shahih Al-Wabilus Shayyib
Diberdayakan oleh Blogger.